Tanpa uang hidup akan terasa sulit, terlalu banyak uang kebahagiaan hanya akan bersifat semu.
Entah sudah berapa kali mataku menjadi saksi perselingkuhan oleh orang-orang beruang, aku sendiri merasa muak dengan tingkah dari mereka. Untuk apa juga mengucap kata cinta jika hanya sebatas kalimat-kalimat mesra peluluh hati wanita.
Sebagai driver ojek online, berjumpa dengan pelbagai customer merupakan sebuah rutinitas. Tidak hanya sebatas kurir biasa, aku juga merangkap sebagai penampung rahasia gelap dari tiap orang.
Sudah terlalu sering aku mengantarkan makanan ke hotel-hotel cinta yang entah dengan siapa mereka singgah, sudah terlalu sering juga aku melihat parkiran ditempat-tempat karaoke dipenuhi dengan deretan mobil-mobil mewah.
Namun yang membuatku sampai mengelus dada, aku pernah mendapatkan orderan untuk menjadi seorang mata-mata. Jika bukan karena bujuk rayu uang seratus ribu sebagai imbalan tentu aku tidak akan mau untuk mencampuri kehidupan rumah tangga orang lain.
Ketika berada dipangkalan, bunyi pemberitahuan orderan masuk dari handphone terdengar. Belum sempat menuliskan kalimat basa-basi penyambut, sang customer sudah memintaiku nomor rekening terlebih dahulu. Dalam penjelasannya dia meminta bantuan untuk melihat mobil suaminya apakah sedang berada di sebuah apartemen, jika benar adanya aku diperintahkan untuk mengirimkan foto sebagai bukti perselingkuhan.
Dari siapa sumber informasi tidak kuketahui, namun yang jelas firasat dari seorang istri memang terbilang kuat. Sesampai ditempat yang diberitahu aku melihat mobil dengan ciri-citi fisik yang sesuai. Dikaca stiker 'happy family' bahkan terpajang sebagai hiasan. Ironis memang.
Ternyata tidak hanya berhenti sampai disitu, kembali tugas lanjutan kuterima. Sang customer kembali mengirimkan uang sebanyak empat ratus ribu sebagai tambahan tanpa kuminta.
Disambungan telpon dia berkata sedang berada dirumah sakit karena hendak melahirkan anak ketiga, sebagai bentuk tanggung jawab seorang suami aku diberitahu agar menyuruhnya untuk lekas pulang.
Aku merasa sudah terjebak terlalu dalam, namun tangisan darinya membuatku tidak sampai hati. Aku terenyuh mengetahui seberapa berat cobaan yang sedang dialami, tanpa diberi imbalan sebenarnya dengan sukarela akan kulakukan.
Yang menjadi kekhawatiran, emosi akan menguasai diri, aku membayangkan jika sang istri merupakan bagian dari anggota keluargaku. Wajah dari sang suami akan kubuat babak belur tanpa memperdulikan hukum setelahnya.
Dengan bertanya kepada receptionis di loby apartemen, tempat perselingkuhan dalam memadu kasih kuketahui, bergegas aku naik kelantai atas. Didepan kamar pintu kuketuk dengan keras, mungkin karena merasa terganggu aku sempat mendapatkan sambutan yang tidak ramah.
Ketika kuberitahu maksud kedatanganku sang suami berubah takut, keringat seketika mengucur deras, dari wajah nampak terpancar ekpresi kecemasan. Aku berharap dia mendapatkan karma yang setimpal.
Oleh anak-anaknya dia tidak layak disebut sebagai seorang ayah.
Hari itu setelah menyelesaikan misi kuputuskan untuk pulang kerumah lebih awal, emosiku terlanjur memuncak. Dalam hati aku mengumpat sejadi-jadinya.
Dari kehidupan orang lain aku belajar untuk lebih mensyukuri apa yang sudah kuperoleh, dibandingkan uang, keharmonisan keluarga memang tidak ternilai harganya. Tidak akan ada habisnya jika hanya menuruti nafsu belaka.
'Namun apakah aku berdosa ketika mendapatkan uang dari air mata penderitaan orang lain?'