Malam hari tanpa sinar bulan. Kelam. Aku kembali berangkat menuju kantor mengambil chargerku yang tertinggal. Televisi kubiarkan menyala saat pergi. 30 menit kemudian aku kembali dan saat berdiri di depan pintu rumah. Sayup sayup terdengar suara tidak jelas dan bising dari dalam rumah. Seperti bunyi kursi yang digeser dan juga langkah kaki. Aku memberanikan diri untuk masuk. Pintu perlahan kubuka, posisi kursi masih seperti semula. Kondisi televisi masih menyala namun menayangkan cuplikan video seperti kaset rusak yang tidak jelas. Terlihat sebuah ruangan yang tidak aku kenali.
Dari sudut layar, sosok dengan kain putih lusuh tercabik-cabik, wajah hancur berdarah dengan mata hitam pekat bergerak terseok-seok mendekati kamera dan dari layar televisi ia berteriak ke arahku
AWAS DI BELAKANGMU!!!
Aku tersentak dan refleks menoleh ke belakang.
Berdiri sosok dengan wajah yang sama persis ada di layar televisi tadi. Sekejap ia mendekat ke arahku. Di balik hancurnya wajah itu, perlahan aku mengenalinya.
Seorang teman beralih musuh.
Terakhir aku melihatnya 15 tahun lalu saat kukubur jasadnya di tengah kebun sawit dengan pisau penuh darah tertancap sebagai nisannya.