Tangan kanan Mad Tompel memegang erat senter sedangkan tangan kirinya yang gemetar kedinginan memegang sepuntuntung rokok. Mata lelaki dua puluh tiga tahun itu mencoba fokus ke arah jalan setapak yang basah karena guyuran hujan sore tadi.
Seharusnya saat ini dia sudah sampai rumah, jika saja tidak terseret dalam perkelahian di warung Mbok Sum. Awalnya Mad Tompel hanya ingin menikmati secangkir kopi hitam hangat dan bermain kartu dengan teman-temannya, tapi jiwanya terpanggil ketika melihat temannya, Badrun, dikeroyok dua pemuda kampung sebelah. Ketika Mad Tompel hendak membantu temannya yang terpojok, pipi lelaki yang baru lulus kuliah itu mendapat bogem mentah dari salah satu lawan, untungnya pukulan itu tidak mengenai mata. Mad Tompel segera memfokuskan diri dan menangkis pukulan selanjutnya. Berkat pengalaman berguru dengan salah satu jawara di kampungnya, Mas Tompel berhasil memberikan serangan balasan dan memukul mundur lawan.
Dua puluh dua menit berlalu. Mad Tompel memandang sekelilingnya. Warung Mbok Sum seperti baru dilanda puting beliung, meja dan kursi terbalik bahkan ada yang patah, gorengan dan jajanan berserakan di tanah. Di pojok warung, Mbok Sum terduduk lemas. Bahu janda empat puluh delapan tahun itu terlihat bergetar dan tangisnya pun pecah.
"Dasar Bajingan Tengik!" umpat Mbok Sum di sela tangisnya.
Mad Tompel meringis kesakitan, sendi-sendinya terasa ngilu akibat baku hantam tadi, di sudut bibir yang sobek terlihat jejak darah yang sudah mengering. Pemuda itu ingin segera pulang dan melemparkan tubuh kekarnya di kasur yang empuk. Hanya perlu melewati perkebunan jagung--rute paling cepat menuju rumah. Di siang hari tempat ini akan memanjakan mata dengan barisan jagung yang menguning dan siap panen di sisi kanan dan kiri jalan. Namun, menjelang tengah malam tidak ada seorang pun yang menjaga kebun mereka. Para penduduk seakan memasrahkan ribuan jagung pada orang-orangan sawah yang apabila malam tiba, seperti sekarang, lebih mirip _memedi._ Mad Tompel teringat cerita dari kakeknya--Dul Komar—bahwasanya kawasan kebun jagung ini adalah tempat yang angker karena setiap menjelang tengah malam sering terlihat sosok makhluk menyerupai harimau. Penduduk setempat meyakini makhluk itu adalah perwujudan dari orang yang mendalami ilmu hitam. Harimau jadi-jadian itu akan melahap jiwa manusia yang ditemuinya untuk menyempurnakan ilmu.
"Itu mitos!" ucap Mad Tompel pada dirinya sendiri.
Ketika Mad Tompel baru menutup mulutnya, bulu kuduk lelaki itu berdiri. Dia mendengar suara geraman dari rimbunan pohon jagung di samping kirinya. Mad Tompel mengarahkan senter ke sumber suara. Sepasang mata semerah bara menatapnya nyalang. Dia segera berlari kencang, mengabaikan kerikil-kerikil tajam yang menembus sandal jepitnya. Mad Tompel hampir gila. Dia harus menyelamatkan nyawanya!
Seekor harimau keluar dari rimbunan pohon jagung. Dengan sekali lompat, diterkamnya lelaki malang itu. Dia menggigit leher Mad Tompel hingga putus. Kuku tajamnya mencabik-cabik tubuh si pemuda hingga tak berbentuk, menciptakan bau anyir yang begitu pekat.
Tamat