Menyebalkan! Benar-benar menyebalkan dapat klien cerewet seperti terompet tahun baru yang lubang tiupnya keriput karena basah sering diemut. Ini sudah jam dua dini hari tapi klien sadis itu masih saja main revisi seenak giginya. Aku hitung sudah 13 kali dia revisi konten dan desain, meski di kontrak tertulis untuk revisi maksimal tiga kali. Dasar Kumpeni!
Bosku juga begitu. Mentang-mentang ini proyek duitnya gila, apa pun yang klien minta dituruti saja. “Baju merah jangan sampai lepas,” katanya mengutip lirik lagu Warkop Nyanyian Kode. Maksudnya, ‘baju merah’ adalah konotasi buat uang pecahan rupiah tertinggi, seratus ribu. Kode untuk sebuah proyek besar. Sementara ‘jangan sampai lepas’ artinya jelas: “ndak boleh disia-siakan”.
Situ enak bisa bilang begitu. Nah, kita? Banting tulang dan peras keringat, cuma dicekoki gorengan dingin-alot plus kopi saset yang katanya buat ganjal perut. Tambah tenaga nggak, perut mengisut iya. Apes.
Rupanya klien dan bosku ini sama-sama gagal paham, bahwa makin kita bekerja di bawah tekanan, makin jauh hasilnya dari harapan. Itu sudah jadi hukum alam.
Fiuh, untunglah akhirnya semua selesai di 02.30. Entah karena klien puas atau karena dia menyerah gegara diteror oleh istrinya yang mengkhawatirkan kesehatannya. Aku sudah tidak peduli. Yang penting pulang dan tidur. Nggak masalah juga aku yang mematikan semua lampu dan AC kantor, sementara sekuriti malah tertidur mendesis di balik mejanya. Kantor macam apa ini?
Taksi online tiba hanya lima menit setelah aku mengklik tombol ‘pesan’ di aplikasi. Seakan sedang menghibur hatiku yang belum sirna emosinya. Apalagi drivernya seorang bapak-bapak paruh baya dengan wajah kalem menenangkan. Ia tersenyum dan menyapaku. Duh, mak nyes rasanya. Semua gondok, sebal, dan marahku tadi langsung hilang.
Bapak driver ini pendiam rupanya. Sepanjang perjalanan tidak pernah mengajak ngobrol penumpangnya. Tapi mungkin dia merasa sungkan tidak mau mengganggu. Okelah, aku hargai itu. Aku mau memejamkan mata saja.
Entah berapa lama tertidur, aku terbangun karena merasa ada yang aneh. Rasanya, kok, lama sekali tidak juga sampai ke rumah. Aku lihat sekeliling, sepertinya mobil tidak melewati rute biasanya. Ini lewat kuburan di kampung, sepi dan gelap. Duh, baru saja merasa damai, ini sudah mulai berdebar lagi jantung. Mau dibawa ke mana aku?
Aku lirik bapak sopir. Diam saja tapi dengan wajah tampak tegang. Jangan-jangan ia tengah merencanakan sesuatu pada penumpang wanitanya ini. Ah, nggak boleh menduga macam-macam. Bisa saja ia tersesat, tapi tidak berani membangunkan aku untuk bertanya.
Daripada menebak-nebak, aku berinisiatif bertanya. “Pak,” sapaku sambil menepuk pundaknya dari belakang. Tiba-tiba dia berteriak terkejut dan menginjak pedal gas sehingga mobil berlari kencang. Kepanikannya membuat mobil berlari zig-zag tak terkendali dan terhenti setelah menabrak pohon.
What a thrilling night!
Aku lihat kap mesin mobil penyok menghantam pohon. Bapak sopir baik-baik saja. Aku juga. Dia menoleh ke arahku dengan wajah masih tegang.
“Bapak tidak apa-apa, kan? Maaf tadi saya mengejutkan Bapak,” kataku.
“Iya, Mbak. Saya minta maaf juga karena ini pertama kali saya bawa taksi online,” jawabnya dengan wajah lega.
“Oh, sebelumnya kerja apa, Pak?”
“Nyopir juga.”
“Sopir pribadi?”
“Bukan.”
“Sopir apa?”
Dia menjawab tenang, “Mobil jenazah."
Oalah, makanya tadi kaget ditepuk dari belakang.
***