Jika aku bisa maka aku akan mengatakan "iya" sedari dulu. Tapi hati dan pikiranku bekerja sama agar aku selalu membuat jarak denganmu. Kau sama sekali berbeda dengan diriku. Aku masih serendah bumi, kau setinggi langit.
"Kita fokus saja dulu masing-masing."
Awalnya aku berpikir bahwa itu keputusan yang sangat tepat. Karena aku sendiri belum bisa menumbuhkan satu rasa yang sama denganmu. Mungkin karena otakku terlalu menguasai. Kau...terlalu jauh denganku.
Apakah perasaanku telah berubah?
Iya. Mungkin?
Karena kau hadir di sela-sela ingatan yang membuatku selalu kecewa pada diriku sendiri. Apa itu berarti aku memiliki perasaan terhadapmu? Atau tidak?
Karena kau hadir di memori yang terkadang ingin kusimpan seorang diri, namun di sisi lain aku ingin mengumbarnya pada sahabatku karena telah menemui orang sepertimu. Apa itu artinya aku menyimpan perasaan terhadapmu? Atau tidak?
Kau mempunyai lebih dari 3 tahun untuk memendam perasaanmu padaku. Tapi kau tidak membiarkanku menumbuhkan perasaanku untuk membalas perasaanmu.
Dah hilang sudah. Aku tidak memiliki kesempatan lagi. Mungkin lebih baik seperti ini. Kau...memang salah memilih orang untuk kamu hadiahi sebuah ketulusan.
Jika aku sosok yang egois, maka aku ingin perasaanmu padaku tidak berubah. Tetaplah mencintaiku.
Namun jika aku sosok yang pantas diberi hukuman, maka aku ingin Tuhan mempertemukanmu dengan sosok yang lain. Penderitaanmu telah berakhir. Pergilah.
Jika pemikiranku benar, hilang dan kehilangan adalah dua jalan meringkas waktu untuk sembuh dari sakit hati.
"Kau, hilanglah! Jangan perlihatkan dirimu lagi! Aku ingin segera mengakhiri semua hal yang berhubungan denganmu. Jika kau tidak mengambil langkah, maka akan lebih sulit bagiku untuk mengambil jalan untukku sendiri."
•••