Aku bertempat tinggal di daerah pegunungan, tepatnya kaki gunung. Sengaja mencari tempat tinggal yang asri dan masih banyak persawahan.
Bila selesai salat subuh, kubuka jendela kamar. Rasanya segar sekali, saat embun pagi itu kuhirup. Tanaman di halaman rumah, daunnya basah karena embun.
Hampir tiga tahun aku tinggal disini. Para tetangganya pun ramah-ramah. Tapi ketika itu aku mengalami sakit yang sangat membuatku stress.
Aku mengalami gatal-gatal hingga mengeluarkan nanah. Satu, dua, tiga bahkan lebih penyakit itu timbul di kaki atau telapak tanganku secara bergantian.
Aku pun pergi untuk berobat ke klinik terdekat. Yang aku herankan kenapa aku dibilang kena penyakit pesantren. Sedangkan aku tidak pernah mengikuti pesantren.
Entahlah, aku enggan memikirkannya lagi. Saat itu yang kuinginkan mendapat obat nyeri. Karena gatal-gatal ini membuat sekujur tubuhku panas dingin atau demam.
Setelah meminum obat rasa gatal dan panas dingin hilang. Salah satu obat ada yang mengandung obat tidur. Aku pun jadi banyak istirahat.Benar saja, gatal-gatal nanahku hilang.
Tapi beberapa hari kemudian gatal-gatal itu kembali timbul. Aku berobat lagi ke klinik yang sama. Tenaga medis disana bilang, aku masih terkena penyakit pesantren lagi. Terlebih lagi kulitku sensitif.
Aku mengalami penyakit itu hampir setengah tahun. Perasaan minder bila sedang berbicara dengan orang sering kurasakan, ya karena gatal itu.
Hingga pada suatu hari, aku menghadiri sebuah pengajian. Yang secara kebetulan seorang ustazah yang memimpinnya. Setelah selesai pengajiannya, aku memberanikan diri untuk bertanya soal penyakit ini. Dan jawaban beliau membuat aku terdiam.
"Nikmati saja. Sakit adalah sebuah pelebur dosa-dosa kita. Selama kita ikhtiar, insyaa alloh akan ada hasil. Sampai berapa lamanya, kita tidak akan tahu. Semua atas izin-Nya. Alloh tidak akan menguji seseorang diluar kemampuan umat-Nya. Anda termasuk orang pilihan Alloh untuk sakit ini."
Selama perjalanan pulang ke rumah, aku masih menyaring apa yang ustazah katakan. Dan sampai aku tak sengaja menabrak anak laki-laki yang sedang berjalan sambil bercanda dengan motor metikku.
Ia bersama kedua temannya. Kulihat dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Memakai peci hitam, baju koko dan kain sarung. Mereka meminta maaf padaku. Aku pun meminta maaf juga. Begitu sopannya mereka.
Sesampainya di rumah, aku berpikir. Pernah tetanggaku bicara, bila di daerah tempatku ini banyak pesantren. Anak-anak pesantren itu biasa menggunakan pakaian seperti yang kutabrak di jalan sehabis pengajian.
Sekarang aku paham dengan penyakit ini. Bila musim liburan anak pesantren pulang ke rumah masing-masing. Penyakit ini mengingatkan kita akan selalu bersyukur dan mengoreksi diri siapa sebenarnya kita.
Jangan sombong dengan sehat kita. Bila dikasih sakit atau suatu penyakit teruslah berikhtiar untuk sembuh. Karena semua itu ibadah. Dan yang pasti semua penyakit itu ada obatnya.