Joni melihat layar ponsel. Sorot matanya memudar. Ia betul-betul hilang harapan. Ia tidak memiliki rencana. Selama ini tugas dirinya hanya melukis dan melukis. Dan bila ia dihadapan pada urusan bisnis apalagi hitung-hitung yang ada kepalanya buntu. Ia terpaksa mengunci layar ponsel. Ia mencoba bernafas lega sambil berupaya menata rencana dalam kurun waktu sebulan. Ia berkesimpulan ia harus bekerja kasar selama satu bulan penuh. Namun, sehabis pulang kerja, ia wajib melukis walaupun hanya satu atau dua jam sehari. Ia lekas menghubungi Ria.
Satu jam berlalu. Pantai masih kosong melompong. Barangkali warga bali sedang terlelap asoy. Cuma Joni duduk dipenuhi kecemasan soal masa depan. Tak lama pundak Joni ditepuk oleh Ria. Segera Joni berpaling mengamati langit wajah wanita itu. Ria berparas normal tetapi sorot matanya amat teduh. Joni buru-buru memintanya unduk duduk di sampingnya. Dengan senang hati Ria duduk di samping Joni sambil memberitahu sebuah kabar penting. Ria berhasil memberikan Joni pekerjaan sebagai penjaga baju pantai di pusat kota bali. Joni tersenyum lebar sambil colongan mau meluk Ria. Namun wanita itu keburu menahan keinginan Joni. Dengan agak malu-malu Joni menghaturkan permintaan maaf kepada Ria. Setelah keadaan canggung itu, mereka bergegas meninggalkan pantai itu menuju tempat kosan Ria.
Ria meminta Joni untuk tidur di bawah lantai. Tak lama setelah itu Ria berjalan masuk ke dalam kamar mandi dan menganti bajunya. Mereka lalu mencoba tertidur dalam hawa panas dan lampu remang-remang. Pelan-pelan kesadaran Ria memudar. Berlanjut saat tarikan nafasnya telah bergerak secara otomatis. Sebaliknya Joni justru merasa canggung. Bagaimana mungkin ia malah bermalam di tempar orang asing. Padahal mereka belum tahu kehidupan masing-masing. Namun entah bagaimana Joni merasa bahwa Ria dapat dipercaya dan bisa dijadikan teman bersusah payah. Barangkali ini hanya firasaat karena bisa jadi salah juga. Setelah puas berasumsi ternyata Joni ikut tenggelam menuju pulau kapuk.
Jarum pendek sudah bertengger di angka dua belas. Hawa kamar kos Ria semakin panas. Perlahan-lahan tubuh mereka bergoyang kiri ke kanan. Pada akhirnya Joni bangun lebih dulu. Dengan secepat kilat ia mengeringkan tubuhnya dari serangan keringat berbau apek. Setelah itu ia beranjak menuju kamar mandi dan membuat dirinya merasa segar. Pintu kamar mandi dibuka dan Ria sudah wajah berantakan. Joni sempat melambaikan tangan ke arah Ria. Namun orang itu malah menundukan kepala, mengangkat kedua tangan di udara, terakhir mengatur nafasnya secara sadar. Joni mengerti bahwa barangkali Ria sedang meditasi. Lantas Joni memilih untuk merapikan tempat tidur sambil mencari baju agak rapihan untuk masuk kerja pertama kalinya.
Kini Ria berjalan bersama Joni. Selama perjalanan itu, mereka tak bertukar cerita sama sekali. Walau begitu Joni tetap melempar beberapa topik pembicaraan. Sialnya Ria masih menutup mulut rapat banget. Joni terpaksa mengalah saja. Ia memutuskan untuk berbicara ketika ditanya oleh Ria saja. Tiga puluh menit berlalu saja tanpa pertukaran informasi apapun. Mendadak Ria menghentikan langkah kakinya lalu bertutur kepada Joni. Ini tempat kerja lo. Sekarang lo masuk ke sana aja. Kenalin nama lo dan bilang lo sahabat baik gua. Joni mengangguk paham. Setelahnya ia membuka pintu toko, mengajak kenalan sang pemilik, dan langsung disuruh kerja sebagai penjaga kasir.