Malam telah tiba. Joni duduk santai menghadap pintu penginapan. Sesekali ia melirik jarum pendek. Sudah pukul dua pagi subuh. Barangkali semua orang tertidur di atas kasur bersama pasangannya. Hal lain terjadi pada pasangan muda-mudi di penginapan ini. Joni menunggu kepulangan Siska dari menari semalam suntuk. Joni akhirnya berdecak kesal lalu beranjak menuju kasur. Ia berpikir untuk menyelesaikan masalah ini esok pagi saja.
Matahari terbit. Beberapa pasangan berjalan di pantai sambil menikmati hangat sinar matahari. Mereka lalu berpegang tangan, melumat bibir masing-masing, dan mengungkapkan rasa sayang dihadapan pasanganya. Lagi-lagi kegiatan pasangan normal pada umumnya tidak pernah terjadi lagi pada pasangan yang masih terlelap di penginapan ini. Joni beranjak bangun sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. Batang hidung Siska masih tidak nampak. Seketika dahinya mengerut tegang. Ia bergegas keluar dari kamar dan memanggil nama kekasihnya dengan nada tinggi. Masih tidak juga terdengar suara sahutan dari Siska.
Joni buru-buru mencari telepon genggamnya. Ternyata benda komunikasi itu ada di atas meja. Ia melihat layar telepon genggam itu. Tidak ada pesan masuk apalagi panggilan masuk. Ia kembali menaruh benda komunikasi itu di tempat semula. Setelahnya tubuhnya ditaruh di sofa singel. Matanya menutup rapat-rapat. Gelap total. Perlahan-lahan ia mulai mengurut peristiwa beberapa hari kemarin. Rasa curiga keluar sebagai tersangka. Kini pun rasa percaya memudar menuju ketiadaan. Di mana ia mendapat potongan visual mencurigakan. Kira-kira sepertilah ini potongan visual yang bisa ditangkap oleh memori seorang seniman lukis.
Siska selalu menerima panggilan telepon pukul satu siang. Ia kemudian mandi dan membalut tubuhnya dengan pakaian tipis. Tak lama ia pamit pergi entah bertemu calon kolektor atau rekan bisnis dari luar negeri. Dua jam berlalu dengan begitu lambat. Siska biasanya pulang menggunakan taksi online. Biasanya kondisi riasan pada langit wajah Siska agak memudar. Belum lagi baju tipis itu kembali dalam lecek-lecek. Pernah satu kali Joni menanyakan sebab kenapa ia selalu pulang dalam keadaan itu. Siska menjawab pertanyaan itu dengan mengecup kening Joni. Hanya saja perilaku Siska itu malah kian menimbulkan rasa curiga berlebihan. Namun kejanggalan itu tidak berhenti sampai di situ.
Siska bangun tidur pukul empat sore. Ia akan sibuk memeriksa ponselnya. Kadang-kadang bertelepon selama satu jam lebih. Baru setelah panggilan terputus, ia beranjak berenang di kolam renang selama tiga puluh menit lebih. Sementara Joni hanya fokus pada kanvasnya. Ia membiarkan kekasihnya berbicara sendirian. Padahal topik yang dibicarakan Siska mengenai pameran Joni. Namun respon Joni terlihat datar. Tidak lebih dari anggukan kepala atau paling tidak senyuman ramah tak bernyawa. Setelah percakapan basa-basi itulah, biasanya Siska mandi lagi, membalut tubuhnya dengan gaun super mini, dan pamit pergi dengan alasan disko semalam suntuk. Joni menginjinkan permintaan itu dan tenggelam dalam ritual gambar-gambar sesuka hati. Kilasan memori mencurigakan itu telah selesai.
Joni membuka matanya. Ia menitikan air mata. Ia baru sadar bahwa Siska selingkuh. Mendadak pertanyaan besar muncul di benaknya. Siapa selingkuhan Siska?