Joni membuka pintu kamar penginapan. Sinar matahari tampil begitu terik. Ia terpaksa mundur beberapa langkah. Ia bahkan sampai menarik diri menuju dapur. Ia lebih memilih untuk menyeduh dua cangkir kopi tanpa gula. Setelah menaruh dua cangkir kopi hitam di ruang tengah, ia memilih duduk di kursi goyang, menikmati secangkir kopi, serta menikmati musik jazz yang mengalun lambat.
Jarum pendek menunjuk pukul sepuluh. Joni otomatis beranjak dari ruang tengah menuju kamar mandi. Saat melangkah, ia masih mendapati Siska tertidur lelap. Langit di wajahnya sedang kelabu. Maka itulah Joni memutuskan untuk membiarkannya tertidur lelap. Lagi pula akan sangat membosankan bagi Siska kalau harus menemaninya jalan-jalan ke pasar seni di pinggir jalan. Pintu kamar mandi ditutup dan Joni menuntuskan segala urusan perkara membersihkan tubuh.
Waktu sudah berganti dan kini Joni berjalan santai di sebuah pasar seni. Ia memegang beberapa kerajinan lokal seperti, baju, lukisan, gelang, serta topi. Ia jujur saja mendapat banyak inspirasi dari tempat itu. Ia juga tidak lupa membeli beberapa produk yang memantik rasa kagumnya. Ia berkesimpulan jika seni tidak melulu membuka luka masa lalu, tetapi seni bisa juga menjadi media komunikasi sehari-hari.
Joni tiba-tiba mendapat pesan singkat dari Siska. Ia otomatis mencermati setiap kalimat yang tersusun di sana. Sejujurnya ia kesal sekali. Kenapa Siska mesti memarahi dirinya? Padahal Siska yang bilang waktu itu bahwa ia tidak suka ke pasar. Menyebalkan sekali.
Joni terpaksa menghubungi kekasihnya dan menjelaskan perihal maksudnya itu. Siska tidak menerima penjelasan basa-basi itu. Pada akhirnya Joni hilang kendali emosi. Telepon mereka berakhir dengan penuh amarah.
Joni lantas mematikan ponselnya. Ia tidak jadi pulang ke penginapan. Ia memilih berjalan terus menuju bibir pantai. Angin terik pantai menyambut kedatangannya. Ia lekas merentang kedua tangannya. Ada rasa lega ketika melakukan aksi tersebut. Setelah itu ia baru duduk di bawah lindungan pohon kelapa.
Matanya menangkap setiap momen sederhana namun dipenuhi makna. Namun Joni agak tersentuh ketika melihat sepasang suami istri paruh baya berjalan di tengah pantai sambil bergandengan tangan. Mendadak ia merasa kangen dengan kekasih hatinya itu. Ia lekas menyalakan ponselnya dan menghubungi kekasihnya. Hanya saja panggilan teleponnya tidak dijawab.
Dalam perjalanan pulang ke penginapan, Joni berhasil menemukan penjelasan paling tepat. Kini mobil sudah berhenti di depan penginapan. Ia memberikan sejumlah uang kepada supir. Pintu dibuka dan Joni bergegas berjalan masuk ke penginapan mereka. Ternyata Siska sedang tidak ada di dalam. Joni melihat ini sebagai kesempatan bagus. Ia buru-buru menyiapkan makanan murah kesukaan Siska. Mie goreng pakai baso.
Tiga puluh menit berlalu. Siska membuka pintu penginapan. Ia mengendarkan pandangan ke mana-mana. Sosok kekasihnya belum nampak juga. Ia berdecak kesal lalu menjatuhkan tubuhnya di atas sofa yang berada di ruang tengah. Tiba-tiba sebuah lagu jazz berkumandang dengan sopan. Tentu saja Siska mencari sumber itu berasal.
Siska malah menemukan Joni sedang berjalan mendekat sambil membawa semangkuk mie goreng dengan topping baso. Seketika sepasang matanya hampir meloncat keluar. Namun ia harus menahan emosinya. Ia ingin mendengarkan permintaan maaf dari Joni. Benar saja Joni meminta maaf akibat perbuatannya tadi.
Siska tiba-tiba mengambil mangkuk berisi mie goreng lalu menyantap sampai habis.