Rustandi tertawa melihat Rona yang berkomat-kamit membaca surah sembari memejamkan kedua matanya saat bertemu hantu di belakang pekarangan rumah Tandi. Sudah dua surat yang dibacanya. Namun, katanya hantu itu masih tetap di depannya.
"Kau baca surah yang itu banyak yang keliru," ujar Rustandi yang masih tergelak dan berperan sebagai penunjuk jalan. Dia masa bodoh dengan hantu yang di depannya. Apalagi hantu itu diam saja, tak menyerang apalagi menggoda. Hanya saja memang cukup menakutkan.
Rona tak peduli. Dia tetap membacanya sambil memejamkan mata dan tanganya berpegang erat lengan Rustandi.
"Semenakutkan itukah?"
"Sudahlah, jangan ganggu aku. Biar aku bisa fokus membacanya," sahut Rona yang masih memejamkan mata.
"Sudah jauh kita darinya." Rustandi menoyor kening Rona dan Rona membalas mencubit lengannya.
'Orang-orang itu lucu. Mereka lebih takut atas apa yang telah dilihatnya. Bukan pada apa yang tak dilihatnya. Lebih lagi tak mempeduli bagaimana jika yang telah dilakukan, akan berimbas balik kepadanya -sukur-sukur, kebaikan yang kembali kebaikan pula ..., lalu bagaimana jika itu kebalikan?' Rustandi berbicara dengan dirinya sendiri.
Rona yang memperhatikan Rustandi senyum-senyum sendiri, kembali mencubit lengan temannya itu sampai mengaduh.
"Kau kenapa seperti itu?"
"Tidak, tidak ada apa-apa. Memangnya ada yang aneh dengan diriku?"
"Kalau tidk aneh, mengapa juga aku mencubitmu!"
'Dasar! Susah memang jika mempunyai teman yang bisa melihat 'mereka'. Merasa dirinya sudah terbiasa, kemudian menertawai temannya jika bertemu dengan 'mereka'. Ini tidak lucu, mengapa juga dia seperti melihat lelucon? Senyam-senyum seperti tak ada salah, pun.' Napas berat diembuskan Rona.
-Selesai-