Ryan duduk dengan menyilangkan kaki di sebuah taman. Maniknya asyik menatap hiruk pikuk keramaian yang semakin hari semakin berkurang. Perasaannya gundah dan sedih, lantaran pandemi yang kian hari merusak suasana indah sore hari di taman apartemennya.
Tiba-tiba saja, netra sipit itu menangkap pandang pada sebuah titik tidak biasa. Pemandangan yang begitu menyayat hatinya. Di sana, ada seorang bocah kecil tengah menjajakkan beberapa minuman ringan kepada pengunjung taman. Yang begitu menarik perhatiannya, bocah lugu itu menggunakan masker yang sudah lusuh dan sangat tidak layak pakai. Hatinya tercubit. Di tengh ketidakpedulian masyarakat tentang protokol kesehatan, anak itu tetapelaksanakan dengan baik, meskipun menggunakan alat seadanya. Dia segera menghampiri anak itu.
"Hai, adik kecil. Siapa namamu?" tanya Ryan mengakrabkan diri.
"Nama saya Farhan, Kak." Dengan senyum mengembang bocah itu membalas ramah.
"Berapa harga dari semua minuman ini?"
"Em ...." Bocah itu nampak berpikir sejenak. Kemudian menjawab dengan cepat.
"Semuanya lima puluh lima ribu rupiah, Kak," katanya dengan antusias.
Ryan merogoh dompet kemudian memberikan dua lembar uang bergambarkan Presiden Pertama Indonesia. Dia juga mengambil sebuah masker pada saku bajunya yang masih baru, kemudian mengganti masker lusuh milik Farhan dengan yang lebih bersih.
"Ini juga, pakailah! Tetap jaga kebersiha supaya sennatiasa sehat, ya," tutur Farhan.
"Tapi ... uangnya terlalu banyak, Kak," ucap Farhan.
"Lima puluh lima ribu adalah harga dari semua daganganmu, sisanya adalah untukmu sebagai bentuk kepedulian terhadap protokol kesehatan."
Ryan mengambil semua dagangan Farhan dan membagi-bagikan pada semua pengunjung taman.
"Terima kasih, Kak."
"Sama-sama."