“Huh ….” Zahro membuang kartu ujiannya di atas meja.
“Bisa gak ya, kita naik kelas tanpa ada ujian?” ucap Retno yang ada di samping Zahro.
“Bisa, kalau ada bencana sunami di kota ini,” sahut Romi. “HAHA.”
“Eh, jangan! Bicaramu menakutkan,” kata Zahro. “Kamu mau mati? Atau kehilangan keluargamu?” Zahro menaikkan kedua alisnya bersamaan dengan kerutan di dahinya.
Romi yang duduk di bangku depan Zahro menoleh, kemudian mengubah posisi duduknya menghadap Zahro. “Ya enggak, kan tadi Retno tanya cara kita naik kelas tanpa ujian.”
Zahro menatap Romi sembari menyanggah dagunya dengan tangan kanannya. “Emm … kira-kira aku duduk sama siapa ya? Aku berharap sama kakak kelas yang pinter. Biar aku bisa minta jawaban ke dia. Apalagi kalau cowok dan ganteng.”
“Hemm … hem …. Mulai nih anak … mimpinya sungguh terlalu,” sahut Retno.
“Wkwk,” tawa Romi. “Ya, kalau bisa jawab. Kalau kayak aku, walau gant—”
Zahro memutus perkataan Romi, “ah, kamu ganteng dari mana? Mandi aja jarang.”
“Wkwk,” tawa Retno. “Bener-bener,” tambahnya.
***
Zahro membuka buku catatan lamanya, netranya fokus pada selembar kertas berwarna hijau dengan tulisan ‘Kartu Ujian’ di bagian atas kertas. Tak lama kemudian, matanya menatap ke luar jendela. Angin semilir mengoyangkan beberapa helai rambut yang tidak terikat di belakang telinganya. Zahro menutup pintu jendela, lalu menarik gorden berwarna merah muda.
Zahro beralih ke layar laptopnya. Dia melihat Bu Sara sedang menjelaskan materi “Trigonometri” melalui aplikasi Zoom.
“Minggu depan ada Ujian Tengah Semester. Link materi trigonometri sudah Ibu upload di website. Kalian bisa pelajari materi dan contoh-contohnya. Kalau ada yang bingung bisa kita bahas di grup WhatsApp kelas.” Suara yang terdengar oleh Zahra sebelum kelas diakhiri.