Dewi menekan tombol pesan dihandphonenya sambil membuka kotak kue ulang tahun yang dipesan Martha , sekretarisnya.
Hallo sayang, selamat ulang tahun dari kami. Aku dan Ruth menunggumu dirumah untuk pestanya nanti.
Dewi tersenyum mendengar pesan dari Sandra sahabatnya dan putrinya Ruth. Namun Dewi terkejut mendapati kue ulang tahunnya tidak sesuai yang dia pesan. Walaupun nama diatasnya sama, namun angka dan dekorasinya berbeda. Dicoleknya sedikit kue yang tampak menggoda itu dan dimakannya cream yang berada di telunjuknya.
Suara bel pintu mengagetkannya.
"Hai, bisa saya bantu?". Dewi melihat sosok pria berdiri dibawah apartemennya sambil menunjukkan sebuah bungkusan.
"Aku rasa kue kita tertukar, aku Putra ayahnya Dewi yang berulang tahun ke enam hari ini."
"Maaf bagaimana kamu tahu alamatku?." Tanya Dewi.
Putra tersenyum, "Pegawai toko roti memberiku nomornya Martha dan dia memberikan alamatmu."
Dewi diam sejenak, "Baiklah, saya akan turun segera."
Setelah memasukan kuenya kedalam kotak, Dewi segera turun ke lobi.
"Dewi." Uluran tangan Dewi disambut senyuman gagah Putra dan uluran tangannya, "Putra."
"Maaf menganggumu malam-malam seperti ini, tapi aku sudah sangat terlambat."
Dewi tersenyum, "Ya, kamu dalam masalah besar, kamu sudah sangat terlambat."
"Aku rasa ada yang lapar."
Dewi terkejut saat tangan Putra memberikan kode bahwa ada sesuatu dibibirnya, dan dia merasa malu saat mengusap bibirnya ada sisa kream disana.
"Maaf aku..." Dewi nampak tersipu.
"Tidak apa-apa, nanti kamu bisa menggantinya dengan secangkir kopi." Putra menggoda Dewi yang tampak salah tingkah.
"Aku pergi dulu, ini kue ulangtahunmu. Selamat ulang tahun Dewi." Putra menyerahkan kue milik Dewi.
"Terimakasih, selamat ulang tahun juga untuk Dewi mu." Masih dengam rasa malu, Dewi menyerahkan kue milik Putra.
"Selamat malam." Putra meninggalkan Dewi yang masih berdiri di lobi apartemennya.
***
Kereta KRL malam itu tampak sepi, hanya ada sepuluh orang penumpang. Dewi terbangun saat ada seseorang berteriak. Ternyata dua orang pemuda sedang berteriak dan menodongkan senjata pada seorang laki-laki, memintanya untuk meyerahkan dompetnya. Salah satu pemuda memukul kepala pria itu, semuanya terdiam ketakutan, termasuk Dewi yang mencoba menenangkan emosinya. Namun kemarahan Dewi tersulut saat kedua pemuda tadi berteriak dan menodongkan senjata kearah seorang ibu dan anak perempuannya. Dengan perlahan dan berusaha tidak mencolok serta tidak banyak gerakan, Dewi menggerakkan jemari tangannya sambil memusatkan pikiran dan pandangannya kearah dua pemuda itu. Tiba-tiba kedua pemuda itu terlempar keras kearah jendela kereta dan senjata mereka terlempar keluar menyebabkan pecahnya jendela. Semua penumpang terkejut dan berteriak. Sekali lagi Dewi melempar tubuh kedua pemuda tadi kearah pintu dan jendela hingga mereka tidak sadarkan diri. Sesaat kemudian kereta berhenti dan semua orang panik keluar dari gerbong kereta termasuk Dewi.
***
"Bagaimana kalau ada yang curiga?".
Sandra menenangkan Dewi yang terbaring disampingnya dengan wajah panik.
"Hanya kejadian tidak penting, orang-orang juga akan segera lupa."
"Harusnya aku tidak ikut campur seperti biasanya." Dewi menatap Sandra.
"Aku tidak mau berpisah denganmu atau Ruth hanya karena kecerobohanku, hanya kalian satu-satunya keluarga yang aku miliki." Lanjut Dewi.
"Kamu tidak akan kemana-mana Wi, kamu akan selalu bersama kami." Sandra tersenyum, "Ceritakan tentang pria kue ulang tahunmu".
Akhirnya Dewi bisa tertawa lepas saat Sandra menggodanya.