Langit telah mengubah birunya menjadi nila. Sofia berjalan kaki sepulang sekolah. Menangisi kisah pilu yang menimpanya. Sahabat terbaiknya sejak kelas satu SMA berkhianat. Tubuh Sofia sempoyongan, ia berhenti dan menatap ke langit. Tangisnya bertambah tersedu-sedu. Sofia melanjutkan jalannya yang pelan. Ia berhenti di tanah lapang berumput hijau, membaringkan dirinya di sana.
"Apa yang telah kulakukan sampai Tuhan menghukumku seperti ini? Aku kira Alina adalah teman terbaik. Kalau begitu Tuhan, sedari awal jangan pertemukan aku dengan dia".
Sofia termenung menatapi langit, meratapi nasib. Tidak menoleh kepalanya sedikit pun, sampai notifikasi di ponselnya berbunyi. Itu pesan dari Rangga.
"Kamu diusir dari rumah? Kenapa berbaring di tengah lapangan? Kamu nggak tau rumput itu subur karena banyak kotoran kambingnya?"
Sofia tak peduli lagi. Dilemparnya ponsel itu.
"Handphone-mu nggak kepakai lagi? Kalau gitu boleh aku jual saja?"
Rangga datang menghampiri Sofia. Di samping Sofia, Rangga membaringkan tubuhnya.
"Rangga! Apa yang kamu lakukan? Kamu nggak tau kotoran kambing bertebaran di sini?"
Rangga terkekeh, kemudian menolehkan wajahnya ke Sofia, menatap matanya sambil tersenyum kecil.
"Aku cuma mau menemani kamu. Kasihan sekali sahabatku ini punya teman malah memilih sendirian".
Rasa kesal Sofia memuncak. Namun, rasanya keberadaan Rangga membuatnya lebih tenang. Membuatnya ingat kalau dia tidak sendirian.
"Kamu kenapa, Sof? Matamu sembab dan pipimu merah".
Sofia mengusap matanya, menepuk-nepuk lembut pipinya.
"Gapapa".
Rangga sungguh tidak puas dengan jawaban Sofia.
"Aku bukan pacarmu, jangan berani-berani bilang nggak papa kalau ada apa-apa".
Mereka terdiam. Hening. Sampai-sampai suara angin terdengar membelai rambut Rangga.
"Alina. Dia berkhianat. Semua kisah hidupku, rahasiaku yang kutitipkan, dia sebarkan ke seluruh kelasku".
Terpejamlah sekejap mata Rangga, ia menghela napas panjang.
"Ah, Sof. Kamu pikir dia benar-benar akan menjaga semua rahasiamu? Semua perasaanmu yang kamu ceritakan? Sofia, kalau aku jadi kamu, aku nggak akan melakukan itu. Ah! Bisa-bisanya kamu seratus persen percaya pada orang lain selain dirimu".
Dengan langit yang semakin berubah warna, Sofia dan Rangga hanya berbaring di sana. Terkadang, saling mencuri pandang satu sama lain.
"Hei, ayo pulang, Sofia. Angin malam akan menyakiti tulang-tulangmu".
Rangga berdiri dan mengulurkan tangannya. Tangan Sofia mencapainya, menggenggamnya.
"Rangga, bisakah kamu berbaring di sini sebentar lagi. Tolong temani aku sedikit lebih lama. Aku sudah merasa jauh lebih baik saat kamu di sampingku".