SANIA
Suasana taman kota Raya memang selalu indah. Pepohonan yang rimbun, bangku taman yang aeshatic. Pesona alam yang menyejukkan pandangan. Membuat setiap orang betah berlama-lama disana.
Di sebuah bangku taman seorang gadis terduduk manis dengan kuas masker hijau yang ia acungkan tinggi ke arah wajah lelaki berjaket hitam. Laki-laki itu berusaha menghindar sambil terus tertawa. Dua orangyang sedang kasmaran.
Sementara di sudut yang lain, entah mengapa Dimas memandang dengan perih. Hatinya seakan tak rela jika laki-laki berjaket hitam itu tertawa demikian lepasnya dengan gadis dihadapannya itu.
“ Sini dulu, aku pakein masker biar muka kamu gak terlalu gosong yang..” ucap sang gadis riang.
“Duh san, jangan disini juga, maluu aku” timpal si lelaki.
“Dikit doang, beneran abis itu dijamin glowing deh”
Sebaris guratan hijau masker menempel pada sebagian wajah si lelaki, dan gadis itu terus mengoles nya hingga rata sambil terus tertawa.
“Tapi Janji ya abis ini pulang?” Laki-laki itu bertanya sambil memejamkan mata. Merelakan seluruh wajahnya menjadi kanvas gadisnya hari ini.
“Iya, iya.. aku janji abis ini pulang” sang gadis terus mengoles.
Laki-laki itu mengembuskan nafas, ada sebuah beban berat yang menggantung di pikirannya.
Tok.. Tok.. Tok...
Dimas terkejut.
Suasana sore hari sudut taman kota raya sekejab menghilang. Berganti dengan suasana kamar yang temaram dengan tumpukan baju diberbagai sudut, mainan anak dimana-mana, dan sebuah laptop yang benderang dihadapannya.
“Kamu masih belum lupa Sania bang?”
Dimas terperangah. Laptop dihadapannya menampilkan dirinya sendiri dengan sesosok gadis berambut pendek yang duduk disebuah bangku taman, seketika mulutnya kelu.
Dug!
Pintu ditutup kembali dengan keras.
Dimas mengacak rambut ikal nya kencang, menutup laptopnya dan berlari mengejar sang istri.