Flash Fiction
Disukai
3
Dilihat
7,002
Malang pertamanya
Komedi

PKPT*. Mahasiswa UM* pasti sudah akrab dengan istilah ini. Ospek adalah kata yang mungkin lebih poluler. Rea memulai Malang pertamanya dengan istilah ini. Pukul 3 pagi dia sudah terbangun. Sebenarnya bukan terbangun, tapi lebih tepatnya ia mulai beranjak dari tempat tidur, karena semalaman dia tidak bisa tidur. Dingin yang membekukan jari-jari kakinya terpaksa ia biarkan karena memang tidak ada kain yang bisa ia gunakan untuk menutupi tubuhnya.

"Bismilah.. wahai dingin.. datanglaaaah.aku tidak takut!" Sambil duduk sila tangan di atas lutut seperti orang bertapa, ia menantang dingin.

"Brrrrr.. gilaaaa dinginnya gak manusiawi! Ya Tuhan kutukan apa ini?" Rea ngedumel di dalam hatinya.

Ia bulatkan tekat untuk melawan dingin dan mulai memasuki kamar mandi yang terletak di luar kamar dan berjajar dengan kamar-kamar kost yang lain. Tanpa ragu ia ambil gayung dan menyiramkan ke tangannya.

"Astaghfirullah!"

Sekali lagi ia tak menyangka bahwa airnya sedingin es. Kekagetannya hampir membangunkan makhluk-makhul ghoib yang ada di kost-kost-an tempat ia meratapi nasibnya sekarang. Bukannya apa, karena yang keluar dari mulutnya adalah ucapan yang tak pernah mereka dengar sebelumnya dari anak kost-kostan yang lain. Jin-jin, syetan-syetan di sana tak pernah mendengar kalimat istighfar itu sebab penduduk kost itu semuanya beragama non muslim kecuali Rea dan ibu kost. Rea adalah satu-satunya mahasiswa Jawa yang ada di kost-kostan tersebut. Penghuni kost mayoritas dari timur. Berkulit coklat, rambut ikal, manis, pokoknya air su dekat lah. He.

Baiklah, Kita kembali lagi ke air dingin sedingi es.

"OK! Kita mulai tantangan pertama kita! Yuk siapa takut!"

Byur.. byur.. byur.. Sontak penghuni kost heboh dengan suara itu. Ada yang langsung keluar dan melihat dengan ngeri ke arah kamar mandi yang letaknya berderet dengan kamar-kamar yang lain. Bertatapan satu dengan yang lainnya, lalu kembali masuk dengan bulu kuduk yang berdiri tegak penuh wibawa. Ada juga yang secara reflek menutup kepalanya dengan selimut hangatnya. Beberapa anak langsung mengambil senjata apapun yang bisa di jadikan pelindung diri dan siap-siap menerkam siapapun yang keluar dari kamar mandi itu.

"Astaghfirullah!"

Kali ini Rea yang terkejut, melihat wajah-wajah asing menanti di depan pintu dengan sandal, sapu, dan sendok di tangan dan siap diluncurkan tepat di muka Rea.

"Siapa kau? Kau orang baru ka?"

Rea hanya meringis agak menundukkan badannya sambil berkata "Nuwun Sewu" kemudian berlalu di depan Kakak-Kakak kostnya.

"Hey kau, sa belum selesai bertanya su pergi saja kau! Hey!"

Rea hanya berbalik lalu meringis, kemudia berbalik lagi dan berjalan agak cepat menuju kamarnya. Sebenarnya ia bukan bermaksud untuk tidak menjawab pertanyaan teman kost nya itu. Tetapi ia hanya harus beradaptasi lebih lama untuk bisa memahami kalimat demi kalimat yang terlontar

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@nio1992 : Bener, nada bicara juga mempengaruhi rasa. Kaget juga sebenarnya.
Serasa jadi orang asing di negri sendiri, jika tidak memahami kalimat yang di ucapkan ketika bertemu orang beda daerah.