Aku benci hujan.
Rintik-rintik yang membasahi bumi mengingatkanku pada Ryo, kekasihku yang telah pergi untuk selamanya. Jalan licin menyebabkan sepeda motornya tergelincir. Dan akhirnya tak tertolong.
Hujan telah merenggut kebahagiaanku.
Aku berlindung di halte bus. Menengadahkan kepala, menatap langit kelabu. Mataku menerawang. Kembali terlempar pada kenangan bersama Ryo.
Tiba-tiba, suara derapan langkah cepat yang menginjak genangan air, mengusikku. Aku menurunkan kepala sedikit. Mataku menangkap sesosok pria yang sedang berlari menghindari hujan. Kedua tangannya merentangkan jaket untuk menutupi kepala.
Ia berhenti tepat di depanku. Pria itu memamerkan senyum saat menyadari keberadaanku. Entah mengapa, tiba-tiba dadaku berdesir aneh.
“Berteduh juga?” tanyanya basa-basi.
“Ya,” jawabku singkat, berusaha mengalihkan debaran aneh di dada.
Hening untuk beberapa menit. Hingga tiba-tiba pria itu menyodorkan tangannya.
“Nggak baik diam-diaman begini. Perkenalkan, namaku Ryo.”
Aku tercengang.
Jelas-jelas dia bukan Ryo kekasihku. Tapi mengapa di saat hujan seperti ini, seorang Ryo lain muncul di hadapanku?