Malam itu, hujan lebat disertai petir mengguyur sebuah kota yang sepi penduduk. Stella, seorang gadis cerdas, pendiam, dan berkacamata sedang belajar di kamarnya. Konsentrasinya terganggu ketika mendengar suara tangisan yang berasal dari ruang keluarga. Gadis itu keluar kamar untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Ternyata Anna, saudara kandung perempuan Stella yang tengah menangis sambil duduk di sofa ruang keluarga. Stella melihat memar di wajah Anna.
"Sekarang siapa lagi yang menyakitimu?" Tanya Stella.
"Jangan bertanya dan cepat telepon ibu dan ayah. Tidak ada gunanya kau bertanya. Kau lemah. Memangnya apa yang bisa kau lakukan?" ujar Anna kesal.
Stella tersenyum sabar. Ia duduk di sofa sebelah Anna. "Bagaimana kabar Jessica, Esther, dan geng mereka? Kudengar mereka menghilang."
"Mereka pantas menerimanya. Itu hukuman untuk orang-orang jahat yang suka membully."
"Sebenarnya, mereka tidak hilang. Mereka sudah meninggal."
"A.. Apa? Kau tahu darimana?"
"Kaulah sebenarnya yang lemah Anna. Kau mengajak gengmu untuk balas dendam kepada mereka yang menyakitimu. Dan yang kalian lakukan hanya adu mulut, saling menjambak rambut, menampar pipi, dan saling mendorong. Ckckck. Kalian sungguh lemah. Andai dari awal kau saja yang memusnahkan para pembully itu, tentu aku tidak perlu repot-repot menyembunyikan mayat mereka."