May melihat pecahan kaca yang berhamburan di lantai dengan pandangan kosong. Cermin itu sekarang sudah berhamburan ke lantai.
Ngung....ngung....ngung....ngung. Dengungan itu terdengar keras lagi di kepalanya. May memegang puncak kepala dengan genggaman yang keras dan menarik - narik rambutnya, tidak terasa apapun.
May mulai menarik - narik rambutnya dengan sangat keras hingga membuat banyak helai rambutnya yang tercabut, tetap ia tidak merasakan apapun.
Pikiran pikiran itu, yang selama ini seperti tertidur, terbangun lagi. Tidak....tidak boleh seperti ini. Setengah berlari May mengambil planner bersampul beludru berwarna hitam yang tersimpan rapi di laci meja riasnya. Lebih tepatnya tersimpan dengan sangat tersembunyi di pojok laci itu.
Dengan tidak sabar May menarik semua barang - barang lain yang ada di laci hingga berhamburan ke lantai. Senyum aneh terlihat di wajahnya yang cantik. Dengan hati - hati di usapnya sampul beludru yang lembut itu. Dan hatinya terasa lebih tenang.
Dilihatnya lagi pecahan kaca itu, tampak berantakan sekali dan ia tidak suka hal yang berantakan. Semuanya harus selalu tampak rapi, bersih dan teratur. Selangkah demi selangkah May mendekati pecahan kaca itu.
Suara alunan lagu dari penyanyi favoritnya memenuhi ruangan, langkah May terhenti. Itu handphone yang berdering. Suara itu berhenti dan May mulai mendekati pecahan kaca itu.
Handphonenya berdering sekali lagi tapi kali ini langkahnya tidak berhenti. Ujung kakinya sudah menyentuh pecahan kaca itu dan membuat kakinya terluka. Bukan rasa sakit yang May rasakan tapi rasa penasaran, apa yang akan terjadi kalau ia melangkahkan kakinya lagi.
Truk....truk....truk...., suara ketukan pintu yang di susul dengan kunci yang di putar mengalihkan pandangan May dari pecahan kaca tersebut.
Pintu terbuka dengan cepat, May melihat siapa yang berdiri di pintu dan senyum anehnya berubah menjadi senyum lembut dan manis, ada ekspresi bahagia di wajah itu.
"Tata...." May mengucapkannya dengan riang, kedua tangannya terlentang dengan lebar, ia rindu di peluk oleh sahabat nya itu.
"May jangan bergerak ya, aku yang akan datang padamu, jangan bergerak." Tata berjalan dengan hati - hati ke arah May, memeluk tubuhnya dari belakang dan menarik nya ke arah tempat tidur.
"Tunggu May, jangan bergerak ok?" Diangkatnya kaki yang terluka itu ke atas kursi agar pecahan - pecahan kecil itu tidak masuk menembus kulitnya.
Kemudiannya diambilnya handphone dari saku jaket dan menelfon Rara
"SOS!" Hanya itu yang di ucapkan Tata sebelum mematikan sambungan.
"Shit....!" Rara segera berdiri dari duduknya dan melemparkan barang - barang pentingnya ke dalam tas ransel, juga jaketnya. Sebaiknya menggunakan motor akan lebih cepat.
Sebelum menstarter motornya Rara menelfon Haha dan mengucapkan kata yang sama.
Butuh waktu 15 menit (yang terasa sepeti satu jam bagi Tata), hingga mereka semua bisa ada di kamar itu.
Rara duduk di sebelah May dan mengangkat dagunya.
"May....?" Ada nada ragu di suaranya
May mulai menyadari ada orang - orang lain di dalam kamarnya dan ekspresinya pun berubah.
"Kalian...., ayo peluk....peluk....peluk. Kangennya....!" Ucap May dengan nada sangat riang.
Rara mendesah lega dan menyambut pelukan May. Disusul oleh Tata dan Haha. May tidak tahu bahwa jauh di dalam hati ke tiga sahabatnya ini ada rasa bersalah yang tidak dapat di sembunyikan.