"Pak...kita dapat daging gak?", mata Amir nanar menatap sang ayah dimalam takbiran lebaran haji. Satu-satunya rumah kumuh ditengah gundukan sampah, tak pernah terjangkau tetangga yang berjarak berkilo-kilo meter di perumahan mewah, seperti biasa selalu luput dari daftar penerima daging kurban.
"Ini bapak bawa bawa daging sekantong nak, yuk kita bakar-bakar bikin sate", sang ayah tersenyum sumringah menatap anaknya.
"Tadi di angkot ada yang ninggalin kresek kantong plastik, ternyata isinya daging. Mungkin memang rejeki kita nak".
Malam itu mereka lahap menghabiskan bertusuk-tusuk sate daging yang sudah beberapa tahun tak pernah terasa dilidah, diiringi sayup-sayup kumandang takbir.
5 kilo meter dari rumah Amir sedang terjadi kegaduhan disebuah salah satu rumah mewah perumahan elit. Wika baru sampai di rumah setelah menjalani operasi pengangkatan tumor yang membuat perutnya membesar. Hampir saja ia terkena fitnah hamil diluar nikah.
"Mana pak daging tumor tadi, saya mau kuburkan didepan rumah", tanya Wika pada Mang Usep, tukang kebun mereka yang diamanahkan membawa pulang daging tumor itu ke rumah.
"Maaf neng Wika...tadi Mang Usep kelupaan ninggalin kreseknya di angkot, karena buru-buru turun. Ada beberapa perampok tiba-tiba masuk ke angkot, Mang Usep takut, langsung kabur"
Wika mengelus dadanya sambil menarik nafas panjang