“Hmm… golokku ini sudah banyak memakan korban jiwa dan banyak darah yang sudah tertumpah,” ujar Jefry dalam hati.
Dengan balutan jaket kulit warna coklat, Jefry kini berreinkarnasi dari sosok pemuda kampung yang lugu dan berhati lembut menjadi seorang preman yang temperamental dan haus darah. Semenjak memutuskan merantau ke ibu kota, dia tahu semua resiko yang harus dihadapi. Termasuk taruhan nyawa. Siapa yang kuat dia yang menang.
Dunia keras premanisme Jakarta telah menjadikannya bak seekor serigala buas. Sebagai seorang bos kelompok preman, dia acapkali bertindak dengan tangan besi tanpa perasaan seolah ingin menunjukkan kehebatannya.
Seolah dia sudah kehilangan hati nurani, mereka melupakan tujuan awal mereka datang ke Jakarta. Jefry bersama anak buahnya harus siap bertikai demi mempertahankan lahannya dari invasi geng lain.
Namun bukan tanpa adanya perlawanan. Ada banyak intrik dan tipu muslihat dari musuh-musuhnya yang setiap saat mendera Jefry.
Perang karena mempertahankan wilayah acapkali dilakukan oleh Jefry agar wilayahnya tidak berpindah ke tangan orang lain. Apalagi Pasar Senen dikenal merupakan sebagai salah satu sentra bisnis yang menjanjikan di pusat Jakarta sampai saat ini setelah Tanah Abang. Demi hal tersebut, perang antar geng kembali terjadi. Keluar masuk penjara, bukan suatu hal baru bagi mereka.
Suatu ketika menjelang dini hari Jefry dikejutkan bunyi ketukan pintu. Dengan malas dia bangkit. Sebentar menoleh ke jam dinding. Pukul 03:00 tepat.
“Hmm.. siapa yang berani mengganggu tidurku?” gumamnya.
“Mungkin Willy! Aku kan sudah pesan kepadanya, agar dia…. hm.. masih saja nekat ngetok pintu… awas kamu..!” gerutu Jefry.
Tangan Jefry menggenggam daun pintu dan memelintirnya. Sontak saja pintu kamarnya terbuka. Tiba-tiba Jefry dikejutkan oleh kehadiran seorang wanita cantik dengan pakaian menggoda berdiri tepat di hadapannya. Bau harum memancar dari tubuhnya yang sedikit terbuka.
“Boleh aku masuk?” kata wanita itu. Bibirnya menyungging senyum.
“Si.. sii.. lahkan! Siapa yang menyuruhmu kemari?” ucap Jefry.
Wanita itu hanya tersenyum dan masuk ke dalam kamar tanpa menunggu Jefry tersadar dari keterpakuannya. Darah muda Jefry tiba-tiba bergejolak. Setelah istirahat energi mudanya memburu. Dan pada saat itulah seorang yang diidam-idamkan instinknya muncul. Ada kecamuk rasa dalam dirinya. Sepertinya imannya telah dikalahkan oleh bisikan setan.
Pagi-pagi benar, Jefry terbangun dan dia sudah tidak mendapati wanita itu di dalam ruangan kamarnya. Jefry bergegas bangkit dari tempat tidurnya. Alangkah terkejutnya Jefry ketika dia menemukan sebuah bungkusan hitam tergeletak di atas lantai. Dia berusaha membolak-balik bungkusan itu dan mencoba menerka apa isinya. Belum sampai rasa penasarannya terjawab, tiba-tiba tiga orang berseragam polisi memaksa masuk ke dalam kamarnya.
“Jangan bergerak! Angkat tangan! Ayo, ikut kami!” kata seorang polisi.
Tanpa perlawanan, Jefry merelakan dirinya digelandang polisi naik ke atas mobil patroli. Sesaat kemudian, suara sirine polisi yang meraung-raung memekakkan telinga mengiringi mobil polisi yang menghilang di tikungan jalan.
Tanpa sepengetahuan siapapun, ada pandangan pilu dari sepasang mata lentik yang turut mengiringi kepergian Jefry.