"Mas..."
"Suara siapa itu?" Saka terkejut mendengar suara seorang wanita. Tidak ada oranglain di ruangan ini.
Saka mencoba mendekatkan telinganya pada Dinding Biru.
"Kamu?" Ujar Saka dengan wajah bingung.
"Iya Mas, udah lama aku pengen nyapa kamu, Mas"
"Kamu bisa bicara?" Tanya Saka keheranan.
"Iya, aku juga bisa mendengar dan melihat"
"Brengsek" Ucap Saka Pelan
Berarti selama ini apapun yang dilakukannya di kamar selalu diperhatikan oleh Dinding Biru.
"Kita tumbuh bersama Mas, dan sejak kamu remaja, aku semakin memperhatikan setiap detil dirimu"
Saka sangat paham 'setiap detil' ini memang benar-benar berarti semuanya, seluruhnya.
"Aku senang saat kamu membaca buku, berolahraga, atau tertawa bahagia" Dinding Biru melanjutkan kalimatnya.
"Lalu?" Saka penasaran kemana arah pembicaraan Dinding Biru.
"Ntah kenapa aku selalu benci saat kamu bersama para wanita di ruangan ini"
Kening Saka mengernyit.
"Mas, aku mencoba terus diam seumur hidupku, tapi aku gak kuat Mas"
"Kalau kamu hanya ingin muncul untuk menasehatiku, percuma. Sudah lebih baik kamu diam saja. Aku tidak akan peduli!"
"Bukan itu Mas"
"Lalu apa?" Tanya Saka heran
"Sepertinya aku jatuh cinta sama kamu, Mas"
Saka terdiam, lama sekali tubuhnya terpaku. Terus diam sampai lonceng jam berdentang. Saka tersadar, lalu perlahan Ia tersenyum. Saka berjalan mendekati Dinding Biru. Ia menempelkan tubuhnya pada Dinding Biru itu hingga pagi.
Pagi harinya Saka berpamitan untuk keluar rumah.
Saka pergi, dan tidak pernah kembali.