Iyem lumayan seksi...
Iyem itu pengusik iman lelaki...
Iyem itu wanita tipe penggoda...
Aku bisa meneruskan titik-titik di atas, dengan kalimat berikut:
Iyem mengusik hatiku, dengan pertanyaan ini, Yem, apalagi yang kamu cari? Dengan kecantikan fisikmu kamu sangat bisa menikahi juragan kaya, tentunya yang tak keberatan dengan status pembantumu. Kenapa kamu mau susah-susah belajar dan membaca buku?
Iyem tidak menjawab, karena aku tak berani bertanya. Setiap kali ia datang ke taman bacaan milikku, membaca-baca dan terkadang meminjam buku, aku cuma mengamati si gadis diam-diam. Terkadang kusungging senyuman untuk menunjukkan keramahan. Iyem yang pendiam balas tersenyum. Hanya sebatas itu interaksi kami.
Ibuku tak ayal mencecar. “Jang, kamu naksir Iyem, ya? Jangan. Perempuan secantik itu tak cocok jadi istri. Lihat saja, parasnya itu punya potongan menggoda. Bahaya, Jang.”
Ah, ibuku. Apakah lelaki yang mengagumi perempuan lantas perlu jatuh cinta dan memperistri si terkagum itu? Iyem kunamakan si terkagum, lantaran aku kagum bukan main dengan semangat belajarnya, bukan semata oleh kemolekan raganya. Kebetulan. Hanya kebetulan saja dia elok dan bertubuh aduhai.
Salahkah bila perempuan terlahir dengan tubuh dan paras menawan? Apakah itu kemauan Iyem untuk terlahir penuh daya pikat? Aku seribu kali dari seratus persen yakin, Iyem bahkan lebih manis dari ibu-ibu penggosip tetangga kami, yang parasnya alim tetapi hatinya dicemari iri dengki. Iyem tak pernah punya niat menggoda, karena Iyem hanya ingin lebih pintar.
Hasrat Iyem untuk belajar tersalurkan setiap sore, tatkala ia diberi waktu bersantai selama satu jam. Ia menghabiskan semua waktu luangnya di taman bacaanku, kebetulan bersebelahan dengan rumah majikannya, dimana ia bekerja sebagai asisten rumah tangga.
Buku yang dibaca Iyem pun tak main-main. Semuanya buku berbobot yang mencerdaskan akhlak dan pikiran. Aku yakin Iyem perempuan istimewa, bukan tipe genit dan penggoda seperti yang dituduhkan mereka semua.
Lucunya, Iyem selalu menanyakan judul buku yang sama. “Mas, buku yang judulnya ‘Buku Buat Jemima’ belum masuk ke sini ya, Mas?”
“Setahu saya itu buku bacaan anak-anak, Yem,” aku menyahut. “Nanti coba kucarikan, Yem. Soalnya buku-buku di sini hasil donasi dari dermawan.”
Iyem mengangguk-angguk. Tak berselang lama Iyem berhenti bekerja, karena menemukan pekerjaan baru di klinik gigi. Sang dokter gigi berhati mulia dan membantu Iyem mendapatkan beasiswa untuk kuliah malam. Sejak itu, aku tak lagi melihat Iyem.
Kabar Iyem beredar lagi sepuluh tahun kemudian. Ia kembali ke lingkungan kami, sebagai salah satu pendiri sekolah gratis untuk anak-anak kurang mampu. Lucunya, Iyem memperkenalkan diri sebagai Jemima Dermawan, sarjana Strata 3 di bidang ilmu pendidikan. Penampilannya pun necis dan berwibawa.
Oh, jadi itukah sebabnya kamu menyukai buku berjudul “Buku Buat Jemima”? Karena kamu menyukai nama Jemima yang kesannya mentereng dan punya kelas. Sayang ya, padahal aku menyukai nama aslimu, Yem. Karena, ya karena...
Namamu itu lho, Yem ... sungguh lumayan seksi.